PERANAN SHABAR DALAM PERANAN DA’WAH ISLAM

Perjalanan da’wah bukanlah perjalanan yang cukup di tempuh sehari dua hari, sebulan dua bulan atau setahun dua tahun, tetapi perjalanan da’wah adalah perjalanan yang sangat panjang yang lebih panjang dari usia seorang da’i.
Perjalanan da’wah juga bukan perjalanan pesiar yang selalu dipenuhi dengan dengan kesenangan dan canda ria, tetapi perjalanan da’wah adalah perjalanan yang juga banyak ditaburi onak dan duri disamping kebahagiaan duniawi. Suatu perjalanan yang penuh dengn pengorbanan baik pengorbanan waktu, harta, tenaga, bahkan pengorbanan jiwa.
Betapapun panjang dan sulitnya perjalanan da’wah namun ini harus dilakukan oleh setiap orang yang mengaku dirinya beragama Islam karena Rasulullah telah bersabda ”Ballighu ’annii walau ayatan” yang artinya sampaikan daripadaku walau cuma satu ayat dan firman Allah WST : ”kuntum khaira ummatin ukhrijat linnaasi ta’muruuna bil ma’rufi wa tanhauna ’anil munkar.....”. disamping itu, sejarah telah memperlihatkan kepada kita bahwa awal kehancuran Bani Israil adalah karena mereka meninggalkan amar maruf nahi munkar. Bahkan, da’wah itu harus dilakukan walaupun saat kemenangan dan kekuasaan sudah berada pada pihak ummat Islam.
Ibnu Majah, al-Hakim dan lain-lainnya pernah meriwayatkan bahwa pada saat Islam menang dan terasa banyak pertolongan yang diberikan orang Anshar, secara diam-diam ada orang anshar yang mempersoalkan kemenangan itu. Harta kami telah ludes untuk perjuangan sehingga Allah mewujudkan kemuliaan ini. Kiranya kita tetap menumpuk harta, tentu kita sejahtera.
Ungkapan seperti itu dilontarkan oleh seorang Anshar tatkala melintasi suatu lembah yang subur saat pulang dari perang Yarmuk. Dia menginginkan adanya dispensasi untuk meninggalkan da’wah dan kembali memikirkan perekonomiannya yang banyak dikorbankan untuk kegiatan da’wah.
Ungkapan tersebut akhirnya sampai kepada Rasulullah dan Rasulullah terdiam karena masalah yang dikemukakan itu adalah masalah berat yang menyangkut da’wah yang harus dijawab oleh si Pemberi Risalah itu sendiri. Akhirnya turunlah firman Allah SWT, kepada Rasulullah sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan.
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ.
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Baqarah : 195)
Inilah suatu jawaban tuntas dari Allah SWT. Atas permintaan dispensasi tersebut. Allah bukannya memberikan dispensasi kepada para sahabat Rasullah tetapi justru memerintahkan kepada mereka untuk terus menginfakkan harta benda mereka guna kepentingan da’wah Islam. Apabila ini tidak dilakukan maka berarti mereka menjatuhkan diri mereka sendiri ke dalam kebinasaan, kembali kepada kejahiliyahan karena tidak ada lagi orang yang beramar ma’ruf nahi munkar.

Peranan Shabar
Melihat demikian panjang dan sulitnya perjalanan yang harus ditempuh maka wajar apabila dalam melakukan perjalanan ini harus dengan keshabaran.
Bila kita melihat ayat tentang shabar yang tidak kurang dari 70 ayat maka akan memperoleh gambaran yang jelas tentang shabar karena kalimat shabar tersebut dikaitkan dengan kalimat-kalimat lainnya seperti shalat, jihad, aqidah, syukur, tawakkal dan kalimat lainnya. Ini semua menunjukkan bahwa shabar memang merupakan perkara yang diperlukan dalam kehidupan manusia.

Arti dan Jenis-jenis Keshabaran
Arti shabar itu sendiri menurut bahasa adalah Alhabsu (mengekang), Alkaffu (menahan) dan Alman’u (mencegah). Adapun menurut syara’, shabar adalah menahan hawa nafsu sesuai dengan tuntutan akal dan syariat Islam.
Dari definisi tersebut jelas bahwa shabar dapat kita bagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
Pertama, Shabar di Dalam Berhadapan dengan Hawa Nafsu
Setiap manusia pasti mempunyai hawa nafsu yang cenderung mengajak kepada keburukan. Shabar dalam menghadapi hawa nafsu berarti mampu mengendalikan hawa nafsu. Orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu maka ia telah mampu melakukan hal-hal sebagai berikut :
- Tidak condong kepada hawa nafsu
- Tidak tenggelam di dalam menerima hawa nafsu
- Melaksanakan hak-hak Allah seperti zakat, infak, dan shadaqah
- Shabar atas bencana dan musibah
Manusia jaga harus bershabar di dalam menerima bencana dan musibah, baik yang datang langsung dari Allah ta’ala maupun yang datang melalui tangan-tangan manusia. Sebagai mana Allah berfirman yang artinya:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah : 155)
Juga di dalam surat Al-Muzzammil ayat 10, Allah memerintahkan kita untuk tetap bershabar dari segala cemoohan orang lain Firman-Nya:
وَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik”.

Kedua, Shabar dalam Menaati Allah dan Rasul-Nya
Sebagai seorang yang beriman maka kita hendaknya melaksanakan segala perintah Allah dan Rasulullah-Nya. Kita tahu bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang terakhir Allah turunkan untuk manusia yang di dalamnya terdapat banyak perintah Rasulullah yang kita jumpai dalam Assunnah. Maka setiap kita dalam melaksanakan semua itu adalah sebagai berikut:
- Menjaganya dalam arti melaksanakan segala perintah Allah dan Rasul-Nya
- Ketaatan tersebut dilandasi dengan niat yang ikhlas, tanpa rasa berat hati dan keluh kesah
- Operasionalisasi perintah tersebut harus sepenuhnya mengikuti pola yang telah digariskan dalam assunnah, jangan kita mengada-ada sesuatu yang baru atau memilih-milih perintah-perintah yang ringan-ringan saja


Ketiga, Shabar dalam Menjauhi Maksiat Kepada Allah
Kita juga dituntut untuk senantiasa menjauhi segala bentuk-bentuk kemaksiatan kepada Allah ta’ala. Segala macam kemaksiatan yang ada pada dasarnya bersumber dari penyalahgunaan harta dan seksual. Oleh karena itu, kita patut berhati-hati terhadap dua hal tersebut. Sebagaimana firman Allah yang artinya:
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal”. (QS. Thaahaa: 131)
Inilah yang perlu dimiliki oleh seorang da’i untuk mencapai keberhasilan da’wahnya karena berupa cemoohan dan tertawaan yang dilontarkanoleh orang-orang yang berdosa. Firman Allah yang artinya:
إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ آَمَنُوا يَضْحَكُونَ (29) وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ (30) وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ (31) وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلَاءِ لَضَالُّونَ(32)
“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang yang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan: "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat". (QS. Al-Muthaffifin: 29-32)
Seorang da’I dalam menempuh perjalanan panjang ini bisa saja dihinggapi kelelahan dan kejenuhan sehingga ia berhenti melanjutkan perjalanan bersama da’i-da’I yang lain. Atau bahkan ia mengajak berdamai dengan musuh-musuh Allah dengan mengharapkan keuntungan duniawi yang kecil.
Disamping itu, seorang da’i juga terkadang ingin bersegera melihat hasil dari da’wahnya. Apabila dilihat da’wahnya tidak membawa hasil atau hasilnya cuma sedikit (sedikit orang-orang yang mengikuti ajakannya) maka ia cepat berputus asa, sehingga ia melontarkan kata-kata kapan pertolongan Allah akan sampai. Padahal pertolongan Allah sudah hampir sampai.


0 komentar to "PERANAN SHABAR DALAM PERANAN DA’WAH ISLAM"

Posting Komentar

Pengikut

About This Blog

yok kita memulai bisnis untuk menambah penghasilan bagi yang berminatyok gabung disini http://www.AWSurveys.com/HomeMain.cfm?RefID=El_syahar